Dari berita yang terus tanpa letih beberapa hari belakangan ini bermunculan di TV nasional, dikabarkan bahwa Polisi beberapa hari lalu baru saja menggerebek seorang produsen makanan jadi, yang menggunakan bahan-baku berupa sampah makanan dari hotel. Sisa-sisa makanan tamu hotel yang tak habis, yang dibuang ke tempat sampah oleh pihak hotel, ternyata tidak menemui ajalnya di TPA (Tempat Penampungan Akhir - Sampah), melainkan dikepul oleh pemulung, lalu disetor ke bandar. Di bandar, sampah organik tersebut lalu dipisah-pisahkan sesuai jenisnya, kemudian dijual ke beberapa penampung, untuk kemudian dimasak kembali, diberi pewarna, dan dicampur formalin, lalu dikemas dalam plastik dan dijual di pasar sebagai makanan siap saji. Dan mereka sudah melakukan praktek ini selama setidaknya lima tahun! Edan! Cuma itu yang terlintas di pikiran. Apalagi kala produsen hotel food yang diciduk terlihat sama-sekali tidak merasa ada hal yang salah dalam apa yang ia lakukan tersebut!
Pihak hotel sendiri, melalui jurubicara Hotelier Indonesia menyatakan bahwa masalah hotel food daur-ulang ini sudah bukan masalah hotel lagi, karena tanggung-jawab mereka berhenti hingga ke pembuangan limbah tersebut ke tempat sampah. Dan memang yang lebih bertanggung-jawab dalam hal ini sebenarnya adalah pihak Dinas Kebersihan, yang alpa mengawasi apa yang terjadi di tempat-tempat sampah yang mereka miliki.
Setelah isyu beredarnya daging celeng nyaru, daging bangkai, daging sapi gelonggongan, daging hati import black market, daging hati sakit ber-cacing, makanan ber-formalin, ikan asin ber-baygon, sambal sampah, makanan ber-pewarna tekstil, terlihat ada satu benang merah yang bisa ditarik disini: bagi mereka (penjual nakal), aneka-ragam makanan hotel food beverage maupun hotel food lounge yang mereka jual tersebut dianggap tak lebih dari komoditas. Tidak ada concern samasekali apakah makanan yang mereka jual itu akan membawa manfaat atau masalah, atau bagaimana dampaknya pada konsumen dari produk-produk tersebut, simply sekedar barang jualan.
Gimana dengan si produsen makanan daur-ulang tadi? Konon diancam hukuman kurungan 15 tahun dan denda hingga 300 juta rupiah. Efektifkah hukuman ini? Pada jaman heboh penggerebekan terdahulu, aktivitas penambahan formalin pada makanan sempat terhenti, dan disinyalir makanan ber-formalinpun telah hilang dari pasar. Nyatanya? Laporan terakhir yang dipublikasikan di salahsatu TV nasional menemukan kalau ternyata sebagian besar ikan asin yang beredar di pasaran saat ini, masih positif memakai formalin. Cape deeh.
Jadi kelihatannya kalau sudah jadi kebiasaan, dan tidak ada metode reward & punishment yang tepat, maka penyimpangan-penyimpangan semacam ini akan selalu terjadi. Apa kabar Indonesia?
Daur Ulang (Sampah) Makanan Hotel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar